Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit atau kelainan jantung yang sudah ada sejak lahir. Penyakit tersebut berbeda dengan penyakit jantung didapat yang manifestasinya baru timbul lama setelah lahir, bahkan biasanya terjadi saat pasien menginjak usia dewasa. Angka kejadian PJB di seluruh dunia berkisar 0,8- 1% dari kelahiran hidup.
Diagnosis dini dan penanganan segera terutama beberapa saat setelah kelahiran pada PJB yang berat atau kritis perlu dilakukan untuk mengurangi morbiditas maupun mortalitas sehingga memperbaiki prognosis. Penyakit Jantung Bawaan dibagi atas dua kelompok besar, yaitu PJB sianotik dan nonsianotik. Gejala PJB sianotik dan nonsianotik sama sekali tidak bersinggungan, namun secara umum PJB sianotik lebih berat daripada nonsianotik.
Ada dua jenis Penyakit Jantung Bawaan nonsianotik, yaitu lesi dengan pirau kiri ke kanan dan lesi obstruktif. Pada lesi dengan pirau terjadi aliran darah dari kiri ke kanan, misalnya duktus arteriosus persisten, defek septum atrium, defek septum ventrikel, defek septum atrioventrikular, dan anomali aliran vena pulmonalis. Sementara itu, pada lesi obstruktif dapat ditemukan penyempitan, contohnya stenosis katup pulmonal, stenosis katup aorta, serta koarktasio aorta.
Pada PJB sianotik terjadi pirau kanan ke kiri sehingga timbul gejala sianosis. Contoh PJB sianotik antara lain tetralogi Fallot (PJB sianotik tersering), atresia trikuspid, atresia pulmonal, transposisi arteri besar, dan trunkus arteriosus.
Secara umum, gejala Penyakit Jantung Bawaan pada neonatus bervariasi, mulai dari tanpa gejala hingga gejala berat, termasuk gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik, bising jantung tidak selalu dijumpai. Mengingat pentingnya diagnosis dini PJB kritis, maka dokter harus dapat mendiagnosis atau setidaknya mencurigai kemungkinan adanya PJB kritis tersebut segera setelah lahir.
Pada PJB nonkritis seperti defek septum ventrikel yang kecil, sedikit keterlambatan diagnosis mungkin tidak akan banyak memengaruhi kondisi bayi. Perlu dilakukan penapisan berdasarkan trias gejala untuk mengeksklusi PJB kritis pada neonatus, yaitu sianosis, penurunan perfusi sistemik, dan takipnea.
Sianosis
Umumnya, sianosis tidak tampak segera setelah lahir. Riwayat kelahiran pun bisa saja menunjukkan hasil baik dengan skor Apgar dalam rentang normal. Sianosis dapat terlihat secara kasat mata atau melalui alat pulse oximetry.
Sekitar 20% neonatus dengan PJB kritis baru terdiagnosis setelah dipulangkan karena gejala sianosis mungkin belum tampak. Hal ini dapat membawa konsekuensi yang fatal. Oleh karena itu, skrining saturasi dengan pulse oximetry sekarang secara rutin sangat dianjurkan walaupun neonatus tidak dicurigai menderita PJB.
Metode tersebut murah dan mudah digunakan. Pengukuran dilakukan pada tangan dan kaki kanan saat usia 24 jam setelah kelahiran. Jika saturasi ≥95%, kondisi oksigenasi dalam batas normal (tidak perlu tindakan). Saturasi sebesar 90%-94% dikatakan meragukan sehingga perlu diulang setelah 12 jam. Sementara itu, saturasi.
Sianosis tanpa distres pernapasan hampir selalu disebabkan oleh kelainan jantung karena penyakit paru yang menimbulkan sianosis biasanya akan memberi gejala distres pernapasan.
Penurunan perfusi sistemik
Perfusi sistemik yang inadekuat tidak khas untuk Penyakit Jantung Bawaan, namun merupakan salah satu gejala tersering, baik pada PJB neonatus dengan lesi obstruktif, maupun gangguan miokardium akibat sepsis, anemia, polisitemia, atau asidosis metabolik. Gejala yang dilihat pada pasien dapat bervariasi, mulai dari nadi lemah, akral dingin, pucat, susah minum, hipotensi, dan asidosis metabolik.
Takipnea
Takipnea hanya terjadi pada PJB dengan aliran darah ke paru yang meningkat (pirau kiri ke kanan). Takipnea ditentukan dari frekuensi serta pola pernapasan (distres pernapasan). Gejala ini tidak muncul langsung setelah lahir. Akan tetapi, jika takipnea terjadi segera setelah lahir tanpa sianosis dan tanda serta gejala penurunan perfusi sistemik, maka kemungkinan besar penyebabnya adalah kelainan paru.
Setelah melakukan skrining dan didapat kecurigaan adanya Penyakit Jantung Bawaan, perlu adanya konsultasi bersama dokter ahli jantung anak yang biasanya akan melakukan ekokardiografi. Pada kasus PJB nonkritis, rujukan ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih tinggi tidak harus segera dilakukan. Sebaliknya, apabila kondisi kritis, maka konsultasi maupun rujukan harus dilakukan secepat mungkin karena keterlambatan dapat mengarah pada konsekuensi yang fatal.
Sumber: Dr. dr. Najib Advani, Sp.A(K), M.Med (Paed) – MEDIA AESCULAPIUS